PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA MAKASSAR AIR TRAFFIC SERVICE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunci keberhasilan penyelenggaraan jasa lalu lintas penerbangan adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan menjawab segala kebutuhan dan permasalahan konsumen setiap saat, di manapun dan dalam kondisi apapun secara cepat dan tepat. Oleh karena itu setiap organisasi yang bergerak di bidang pelayanan jasa lalu lintas penerbangan dituntut untuk menempatkan orientasi kepada kepuasan konsumen sebagai tujuan akhir.
Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan dalam dunia usaha penerbangan yang semakin ketat adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian jasa yang bermutu dan berkualitas. Perubahan paradigma telah memaksa setiap organisasi pelayanan jasa lalu lintas penerbangan baik pelayanan jasa lalu lintas penerbangan nasional maupun internasional untuk melakukan berbagai pembenahan. Kualitas layanan yang baik tidak hanya diukur dari kemewahan fasilitas kelengkapan teknologi dan penampilan fisik petugasnya, tetapi juga diukur dari efisiensi dan efektifitas serta ketepatan pemberian pelayanan kepada konsumen.
Pemahaman-pemahaman mengenai organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang mandiri, terkemuka dan berkualitas dalam memberikan pelayanan harus diterapkan dalam mengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan. Pemahaman mengenai kemandirian adalah upaya mengembangkan dan meningkatkan pelayanan organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan oleh organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan itu sendiri, terutama di bidang pelayanan jasa dan pembiayaan jasa. Terkemuka berarti memposisikan dan memberikan eksis organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang sejajar dengan organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan lainnya yang telah maju di Indonesia. Kualitas layanan adalah tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan yang mempunyai kompetensi standar dari masing-masing profesi untuk memberikan pelayanan sesuai dengan responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability dalam memberikan kepuasan konsumen.
Organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) Makassar adalah organisasi baru yang dibentuk di bawah manajemen PT (Persero) Angkasa Pura I dengan memfokuskan di bidang pelayanan jasa lalu lintas penerbangan di kawasan ruang udara Indonesia Timur (FIR Ujung Pandang) Divisi Operasi LLP dan Divisi Teknik Elektronika dan Listrik yang semua berada di bawah manajemen Cabang Bandara Hasanuddin, terletak di Jalan Bandara Baru Gedung MATSC Makassar.
Dalam menjalankan organisasinya, MATSC mengemban visi “menjadikan MATSC sebagai partner terpilih pada bidang pelayanan lalu lintas penerbangan secara global”, dan misi “mengutamakan pengguna jasa keselamatan penerbangan, menciptakan nilai untuk para stakeholder dan mewujudkan fasilitas communication, navigation dan surveillance (CNS) yang berkualitas. Untuk mengembangkan visi dan misi tersebut, maka sasaran MATSC tahun 2009 – 2013 adalah:
1. Pencapaian Level of Service Pelayanan ATS dan kinerja peralatan di atas standar sesuai dengan SKEP.284/X/1999.
2. Mewujudkan MATSC sebagai pusat ATS in house training di bidang penerbangan.
3. Mengupayakan pencapaian sertifikasi ISO 900 secara bertahap.
Fenomena dari bentuk-bentuk kualitas layanan yang perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen yaitu dengan memberikan pelayanan yang terdiri dari: pertama, fenomena pelayanan yang responsif (responsiveness), yaitu tenaga pengelola Organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan menyadari pentingnya pelayanan yang menyenangkan dan ketangkasan dalam bekerja sesuai dengan penguasaan bidang profesi kerja yang memberikan respon yang positif dengan imej yang menyenangkan.
Kedua, fenomena pelayanan yang meyakinkan (assurance) yaitu tenaga pengelola MATSC memberikan pelayanan dengan melakukan komunikasi dengan konsumen memperlihatkan sikap ramah dan sopan, memberikan jaminan akan keselamatan dan kenyamanan sesuai mekanisme pelayanan, yang menjamin konsumen untuk loyal menggunakan jasa MATSC.
Ketiga, fenomena dari pelayanan bukti fisik (tangible), yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan penggunaan peralatan, perlengkapan dan kemampuan karyawan melayani konsumen.
Keempat, fenomena dari pelayanan empati (empathy) yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan menekankan adanya keseriusan, kepedulian dan perhatian dalam memberikan pelayanan.
Kelima, fenomena mengenai pelayanan kehandalan (reliability), yaitu tenaga pengelola organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC dalam memberikan pelayanan bekerja secara cepat dalam proses pelayanan dan memberikan pelayanan dengan tidak pilih kasih (adil dan tidak diskriminan) dengan memberikan kepercayaan kepada konsumen akan pelayanan yang berkualitas.
Fenomena kualitas layanan menjadi tujuan dalam memperbaiki pemenuhan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima yaitu terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen. Harapan konsumen yaitu cepat mendapatkan pelayanan, keinginan konsumen yaitu pelayanan sesuai dengan jangkauan pembiayaan yang dikenakan, dan kebutuhan konsumen yaitu terpenuhinya layanan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik memilih judul: “Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar?
2. Manakah kualitas layanan yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kualitas layanan yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi bagi pimpinan organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar dalam penerapan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen.
b. Sebagai bahan pembanding atau referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya penelitian mengenai kualitas layanan terhadap kepuasan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori terdiri atas kajian teori yang relevan dengan penelitian dan membuat hipotesis.
BAB III Metodologi Penelitian terdiri atas tempat penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data dan metode analisis.
BAB IV Gambaran Umum Perusahaan terdiri atas sejarah singkat dan perkembangan perusahaan beserta struktur perusahaannya.
BAB V Hasil dan Pembahasan terdiri dari uraian mengenai hasil yang diteliti dan dianalisis.
BAB VI Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Kualitas layanan
Konsep kualitas layanan pada dasarnya memberikan persepsi secara konkrit mengenai kualitas suatu layanan. Konsep kualitas layanan ini merupakan suatu revolusi secara menyeluruh, permanen dalam mengubah cara pandang manusia dalam menjalankan atau mengupayakan usaha-usahanya yang berkaitan dengan proses dinamis, berlangsung, terus menerus di dalam memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan teori ”Quality” yang dikemukakan oleh Marcel (2003:192) bahwa keberhasilan suatu tindakan jasa ditentukan oleh kualitas. Kualitas merupakan apresiasi tertinggi dari tindakan pelayanan.
Stemvelt (2004:210) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu persepsi tentang revolusi kualitas secara menyeluruh yang terpikirkan dan menjadi suatu gagasan yang harus dirumuskan (formulasi) agar penerapannya (implementasi) dapat diuji kembali (evaluasi), untuk menjadi suatu proses yang dinamis, berlangsung, terus menerus dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Teori ”tujuan” yang dikembangkan oleh Samuelson (2000:84) bahwa tujuan adalah asumsi kepuasan yang disesuaikan dengan tingkat kualitas layanan.
Konsep kualitas layanan pada dasarnya adalah suatu standar kualitas yang harus dipahami di dalam memberikan pelayanan yang sebenarnya tentang pemasaran dengan kualitas layanan. Hal tersebut bukan hanya bersifat cerita atau sesuatu yang mengada-ada, tetapi harus disesuaikan dengan suatu standar yang layak, seperti standar ISO (International Standardization Organization), sehingga dianggap sebagai suatu kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian, memiliki keselarasan dengan spesifikasi, kebebasan dengan segala kekurangannya, membentuk kepuasan pelanggan, memiliki kredibilitas yang tinggi dan merupakan kebanggaan.
Yong dan Loh (2003:146) memberikan suatu pengertian bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu kecocokan untuk penggunaan (fitness for yours) yang bertujuan untuk menemukan suatu pemikiran yang jelas dari proses pemikiran yang melahirkan adanya suatu pemahaman yang tidak sulit untuk dipahami, karena tujuannya jelas dan prosesnya merupakan continue quality improvement (proses yang berkelanjutan).
Tinjauan mengenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa besar kesenjangan (gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelayanan yang diterima, dibandingkan dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang harus diterima. Menurut Parasuraman (2001:162) bahwa konsep kualitas layanan yang diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan. Selain itu, pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan yang diharapkan (Ep = Expectation) dan pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Penilaian Pelanggan terhadap Kualitas layanan
Sumber: Parasuraman (2001:162)
Parasuraman (2001:165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (tidak bermutu).
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), faktor ini sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan. Pemilihan untuk mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan yang telah mengkonsumsi jasa tersebut sebelumnya.
2. Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu harapan pelanggan bervariasi tergantung pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.
3. Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu pengalaman pelanggan merasakan suatu pelayanan jasa tertentu di masa lalu memengaruhi tingkat harapannya untuk memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.
4. Komunikasi eksternal (company’s external communication) yaitu komunikasi eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui berbagai bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam pembentukan harapan pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan yaitu:
1. Bermutu (quality surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima melebihi pelayanan yang diharapkan pelanggan.
2. Memuaskan (satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima sama dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.
3. Tidak bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.
Uraian tersebut di atas, menjadi suatu penilaian di dalam menentukan berbagai macam model pengukuran kualitas layanan. Peter (2003:99) menyatakan bahwa untuk mengukur konsep kualitas layanan , maka dilihat dari enam tinjauan yang menjadi suatu penilaian dalam mengetahui konsep kualitas layanan yang diadopsi dari temuan-temuan hasil penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Gronroos Perceived Service Quality Model yang dibuat oleh Gronroos. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengukur harapan akan kualitas layanan (expected quality) dengan pengalaman kualitas layanan yang diterima (experienced quality) dan antara kualitas teknis (technical quality) dengan kualitas fungsi (functional quality). Titik fokus dalam perbandingan itu menggunakan citra organisasi jasa (corporate image) pemberi jasa. Citra organisasi jasa menurut Gronroos (1990:55) sangat memengaruhi harapan dan pengalaman pelanggan, sehingga dari keduanya akan melahirkan konsep kualitas layanan secara total.
2. Heskett’s Service Profit Chain Model. Model ini dikembangkan oleh Heskett’s (1990:120) dengan membuat rantai nilai profit. Dalam rantai nilai tersebut dijelaskan bahwa kualitas layanan internal (internal quality service) lahir dari karyawan yang puas (employee satisfaction). Karyawan yang puas akan memberi dampak pada ketahanan karyawan (employee retention) dan produktivitas karyawan (employee productivity), yang pada gilirannya akan melahirkan kualitas layanan eksternal yang baik. Kualitas layanan eksternal yang baik akan melahirkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction), loyalitas pelanggan (customer loyalty), dan pada akhirnya meningkatkan penjualan dan profitabilitas.
3. Normann’s Service Management System. Model ini dikembangkan oleh Normann’s (1992:45) yang menyatakan bahwa sesungguhnya jasa itu ditentukan oleh partisipasi dari pelanggan, dan evaluasi terhadap kualitas layanan tergantung pada interaksi dengan pelanggan. Sistem manajemen pelayanan bertitik tolak pada budaya dan filosofi yang ada dalam suatu organisasi jasa.
4. European Foundation for Quality Management Model (EFQM Model). Model ini dikembangkan oleh Yayasan Eropa untuk Management Mutu dan telah diterima secara internasional. Model ini ditemukan setelah lembaga tersebut melakukan survei terhadap organisasi jasa yang sukses di Eropa. Organisasi dan hasil (organization and results) merupakan titik tolak model ini, di mana kualitas layanan ditentukan oleh faktor kepemimpinan (leadership) dalam mengelola sumberdaya manusia, strategi dan kebijakan, dan sumberdaya lain yang dimiliki organisasi. Proses secara baik terhadap faktor-faktor tersebut akan melahirkan kepuasan kepada karyawan, kepuasan kepada pelanggan dan dampak sosial yang berarti, dan ketiganya merupakan hasil bisnis yang sebenarnya.
5. Service Performance Model (SERPERF Model). Model ini dikembangkan oleh Cronin dan Taylor yang mengukur tingkat kualitas layanan berdasarkan apa yang diharapkan oleh pelanggan (expectation) dibandingkan dengan ukuran kinerja (performance) yang diberikan oleh organisasi jasa dan derajat kepentingan (importance) yang dikehendaki oleh pelanggan (Tjiptono, 1999:99).
6. Service Quality Model (SERVQUAL Model). Model ini dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry. Pengukuran dalam model ini menggunakan skala perbandingan multidimensional antara harapan (expectation) dengan persepsi tentang kinerja (performance).
Uraian tersebut di atas memberikan suatu pemahaman yang kuat bahwa di dalam menumbuhkan adanya konsep kualitas layanan kepada pelanggan, maka pihak organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan harus menumbuhkan dan memberikan kekuatan terhadap pentingnya kualitas layanan yang diberikan. Sesungguhnya kualitas layanan merupakan kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil yang diterima oleh pelanggan dalam rangka memenuhi tingkat kepuasannya.
Menurut Gaspersz (2003:4) pengertian dasar dari kualitas menunjukkan bahwa kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu jasa seperti performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics) dan sebagainya, seperti kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil.
Di samping pengertian kualitas seperti telah disebutkan di atas, kualitas juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus, sehingga dikenal istilah “Q-MATCH” (Quality = Meets Agreed Terms and Changes).
Dalam definisi tentang kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategjk, dikatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:
1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan jasa, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan jasa itu.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelayanan pelanggan (customer service focused quality). Dengan demikian jasa-jasa didesain sedemikian rupa serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu jasa yang dihasilkan baru dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dimanfaatkan dengan baik, serta dijasasi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.
Dekker (2001:14) pada dasarnya sistem kualitas modern itu dibagi menjadi tiga yaitu kualitas desain, kualitas konfirmasi dan kualitas layanan. Lebih jelasnya diuraikan bahwa:
1. Kualitas desain, pada dasarnya mengacu kepada aktivitas yang menjamin bahwa jasa baru atau jasa yang dimodifikasi, didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara ekonomis layak untuk dikerjakan. Dengan demikian, kualitas desain adalah kualitas yang direncanakan. Kualitas desain itu akan menentukan spesifikasi jasa dan merupakan dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan, spesifikasi penggunaan, serta pelayanan purna jual. Kualitas desain pada umumnya merupakan tanggungjawab pada Bagian Riset dan Pengembangan (R&D), Rekayasa Proses (Process Engineering), Riset Pasar (Market Research) dan bagian-bagian lain yang berkaitan.
2. Kualitas Konformansi mengacu kepada pembuatan jasa atau pemberian jasa layanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian kualitas konformansi menunjukkan tingkat sejauhmana jasa yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi jasa. Pada umumnya, bagian-bagian jasa, perencanaan dan pengendalian jasasi, pembelian dan pengiriman memiliki tanggungjawab utama untuk kualitas konformansi itu.
3. Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual berkaitan dengan tingkat sejauhmana dalam menggunakan jasa itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan dan pelayanan purna jual.
Tinjauan Parasuraman (2001:152) menyatakan bahwa di dalam memperoleh kualitas layanan jasa yang optimal, banyak ditentukan oleh kemampuan di dalam memadukan unsur-unsur yang saling berkaitan di dalam menunjukkan adanya suatu layanan yang terpadu dan utuh. Suatu kualitas layanan jasa akan komparatif dengan unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya jasa jasa yang sesuai dengan bentuk pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, (2) penyampaian informasi yang kompleks, terformalkan dan terfokus di dalam penyampaiannya, sehingga terjadi bentuk-bentuk interaksi antara pihak yang memberikan pelayanan jasa dan yang menerima jasa, dan (3) memberikan penyampaian bentuk-bentuk kualitas layanan jasa sesuai dengan lingkungan jasa yang dimiliki oleh suatu organisasi jasa.
2.2 Unsur-unsur Kualitas Layanan
Setiap organisasi modern dan maju senantiasa mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi kualitas layanan. Kualitas layanan yang dimaksud adalah memberikan bentuk pelayanan yang optimal dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, harapan dan kepuasan dari masyarakat yang meminta pelayanan dan yang meminta dipenuhi pelayanannya. Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability). Konsep kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat. Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai baik pegawai pemerintah maupun non pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32) sebagai berikut:
1. Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja. Margaretha (2003:163) kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.
b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi.
e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
2. Jaminan (Assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan (Margaretha, 2003:201).
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Margaretha (2003:215) suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai dengan:
a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.
b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.
c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya.
Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja.
3. Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:32).
Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat.
Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi. Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju, pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Martul (2004:49) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada orang yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya, tinjauan Margaretha (2003:65) yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:
a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.
b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.
c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
4. Empati (Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001:40).
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama.
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. Margaretha (2003:78) bahwa suatu bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:
a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan.
c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan.
d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan.
e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
5. Kehandalan (Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.
Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001:101).
Kaitan dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja. Sunyoto (2004:16) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. Kehandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
a. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap uraian kerjanya.
b. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif.
c. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya.
d. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat handal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan penggunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang handal untuk melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja yang dihadapinya secara handal.
2.3 Konsep Kepuasan
Setiap layanan yang diberikan, senantiasa berorientasi pada tujuan memberikan kepuasan kepada pelanggan. PJ. Johnson dalam Purwoko (2000:208)) kepuasan seorang pelanggan dapat terlihat dari tingkat penerimaan pelanggan yang didapatkan. Tanda dari kepuasan tersebut diidentifikasi sebagai berikut: (1) senang atau kecewa atas perlakuan atau pelayanan yang diterima, (2) mengeluh atau mengharap atas perlakuan yang semestinya diperoleh, (3) tidak membenarkan atau menyetujui sesuatu yang bertautan dengan kepentingannya, (4) menghendaki pemenuhan kebutuhan dan keinginan atas berbagai pelayanan yang diterima. Keempat tanda tersebut di atas akan berbeda-beda sesuai dengan bentuk pelayanan jasa yang diterima.
Tirtomulyo (1999:24) menyatakan bahwa untuk memperoleh kepuasan, maka seorang pengembang pemasaran jasa harus memperhatikan pemenuhan kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan menjadi pioneer atau penentu untuk kontinuitas berlangsungnya suatu bisnis jasa. Syarat dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan diketahui dari adanya sikap: senang, sering berkunjung, memberitahu temannya, dan memberikan solusi atas apa yang dirasakan atas pelayanannya. Secara pribadi, pelanggan yang puas akan loyal terhadap berbagai penawaran jasa yang diberikan.
Menurut Keagen dalam buku karya Tjiptono (2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan pelanggan terhadap jasa yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan pelanggan akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya perasaan senang. Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang baik, tidak sesuai, memberi kesan negatif dan tidak memuaskan, dianggap bahwa pelayanan yang diberikan tidak sesuai harapan, yang menyebabkan pelanggan mengeluh, keluhan tersebut menandakan bahwa pelanggan merasa kecewa.
Engel (1990:23) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap hasil suatu jasa dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa amat puas atau senang. Dalam kaitan itu, maka faktor kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi elemen penting dalam memberikan atau menambah nilai bagi pelanggan.
Konsep dan teori mengenai kepuasan pelanggan telah berkembang pesat dan telah mampu diklasifikasikan atas beberapa pendekatan. Salah satu pendekatan yang paling populer yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan adalah teori The Expectancy Disconfirmation Model dari Zeithaml (1990:167). Lebih jelasnya dapat dilihat pada model di bawah ini:
Gambar 2.2
Model Expectancy Disconfirmation
Sumber: Zeithaml, 1990:1967
Teori ini menekankan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu proses evaluasi pelanggan, dimana persepsi tersebut mengenai hasil suatu jasa atau jasa dibandingkan dengan standar yang diharapkan. Proses inilah yang disebut dengan proses diskonfirmasi.
Rangkuti (2003:40) kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3
Proses Kepuasan Pelanggan
Sumber: Rangkuti (2003:40)
Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas layanan yang terdiri dari 5 dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service).
Gambar 2.4
Kesenjangan yang Dirasakan oleh Pelanggan
Sumber: Rangkuti (2003:42)
Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayanan yang diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan dapat merasakan sangat puas atau sebaliknya sangat kecewa.
Zeithaml (1990:42) model perceptual mengenai kualitas layanan dapat menjelaskan proses terjadinya kesenjangan atau ketidaksesuaian antara keinginan dan tingkat kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam penyerahan jasa/jasa. Untuk detailnya dapat dilihat Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5
Model Gap Service Quality
Sumber: Zeithaml (1990:43)
Berdasarkan gaps model of service quality di atas, ketidaksesuaian muncul dari lima macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Satu kesenjangan (gap), yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi penerima pelayanan (pelanggan).
2. Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai dengan empat, bersumber dari penyedia jasa (manajemen).
Kepuasan pelanggan dapat dinyatakan sebagai suatu rasio atau perbandingan dengan merumuskan persamaan kepuasan pelanggan sebagai berikut: Z = X/Y, dimana Z adalah kepuasan pelanggan, X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan dan Y adalah kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas layanan jasa melebihi kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar dari satu (Z > 1). Sedangkan pada sisi lain, apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari jasa lebih rendah atau lebih kecil dari kebutuhan, keinginan dan harapannya, maka kepuasan pelanggan menjadi sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi pelanggan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dan ekspektasi pelanggan menurut Gaspersz (2003:35) terdiri dari:
1. “Kebutuhan dan keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen jasa. Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya.
2. Pengalaman masa lalu (terdahulu) ketika menggunakan jasa pelayanan dari organisasi jasa maupun pesaing-pesaingnya.
3. Pengalaman dari teman-teman, yang menceritakan mengenai kualitas layanan jasa yang dirasakan oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan terutama pada jasa-jasa yang dirasakan berisiko tinggi.
4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi pelanggan. Orang-orang di bagian penjualan dan periklanan seyogyanya tidak membuat kampanye yang berlebihan melewati tingkat ekspektasi pelanggan. Kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang pelayanan jasa yang diberikan.
Penyelenggaraan suatu pelayanan, baik kepada pelanggan internal maupun eksternal, pihak penyedia dan pemberi pelayanan harus selalu berupaya untuk mengacu kepada tujuan utama pelayanan yaitu kepuasan pelanggan (consumer satisfaction) atau kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Barata (2001:15), sebagai pihak yang melayani tidak akan mengetahui apakah pelanggan yang dilayani puas atau tidak, karena yang dapat merasakan kepuasan dari suatu layanan hanyalah pelanggan yang bersangkutan. Tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang atau jasa yang dinikmati serta layanan lain berupa layanan pra-jual, saat transaksi dan purna jual.
Ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh produsen barang atau jasa belum tentu sama dengan ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh pelanggan. Misalnya, apabila dalam memberikan pelayanan yang sama kepada pelanggan yang berbeda, maka tingkat kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing pelanggan akan berbeda. Dalam hal ini, tentu saja pernyataan pelanggan akan sangat beragam, tergantung citarasa yang bersangkutan.
Sebagai pihak yang melayani hanya akan tahu tingkat kepuasan masing-masing pelanggan dari pernyataan pelanggan yang bersangkutan. Dalam hal ini, tentu saja sifatnya subyektif dan kita tidak akan pernah tahu secara pasti apakah pernyataan dari pelanggan itu benar-benar tulus atau hanya sekedar basa-basi.
Oemi (1995:155) sifat kepuasan sangat bersifat subyektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun, walaupun demikian, tentu saja harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak, kita dapat memberikan layanan terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas barang atau jasa sampai dengan pelaksanaan penyerahannya pada saat berhubungan langsung dengan pelanggan, dengan standar yang diperkirakan dapat menimbulkan kepuasan yang optimal bagi pelanggan.
Peningkatan kepuasan pelanggan dapat dipahami dari ekspektasi pelanggan dari suatu alat yang disebut jendela pelanggan (customer window) yang diperkenalkan oleh ARBOR Inc. dalam suatu riset pasar dan TQM yang mendesain beberapa inti simple grid yang mewakili inti dari Jendela Pelanggan. Jendela Pelanggan membagi karakteristik pelayanan jasa ke dalam empat kuadran, yaitu:
1. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, tetapi ia tidak mendapatkannya.
2. Pelanggan menginginkan karakteristik itu, dan ia mendapatkannya.
3. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, tetapi ia mendapatkannya.
4. Pelanggan tidak menginginkan karakteristik itu, dan ia tidak mendapatkannya.
Lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.6 di bawah ini:
Gambar 2.6
Jendela Pelanggan
Sumber: Oemi (1995:155)
Menggunakan jendela pelanggan sebagai alat analisis, dapat mengetahui apakah posisi jasa berada di kotak A, B, C atau D. Posisi terbaik apabila berada dalam kotak B (Bravo), hal ini pelanggan memperoleh apa yang diinginkannya dari mengkonsumsi jasa yang ditawarkan, sehingga pelanggan akan puas. Apabila posisi berada dalam kotak A (Attention), dalam hal ini membutuhkan perhatian karena pelanggan tidak memperoleh apa yang diinginkannya, sehingga pelanggan menjadi tidak puas.
Jika posisi berada dalam kotak C (Cut or Communicate), maka harus menghentikan penawaran atau berusaha mendidik pelanggan tentang manfaat dari karakteristik jasa yang ditawarkan, karena dalam posisi ini pelanggan memperoleh apa yang tidak diinginkannya. Sedangkan apabila posisi berada di dalam kotak D (Don’t Worry Be Happy), maka tidak menjadi masalah karena pelanggan tidak memperoleh apa yang tidak diinginkannya.
Teori-teori di atas dengan kaitannya terhadap tingkat kepuasan pelanggan, dapat tercermin dari adanya perasaan senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang konsisten. Apabila pihak pengembang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka penerapan kualitas layanan dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.
Syamsuddin (1999:220) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan sangat relatif tergantung dari tingkat penerapan konsep pemasaran jasa, yang umumnya menerapkan konsep kualitas layanan. Penerapan konsep kualitas layanan dianggap memberikan kepuasan kepada pelanggan apabila pelanggan merasa senang, tidak mengeluh dan mendapatkan pelayanan yang konsisten.
2.4 Kerangka Pikir
Organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC berupaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen dengan menerapkan kualitas layanan. Kualitas layanan yang diterapkan meliputi daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan.
Pentingnya daya tanggap sebagai bentuk pemberian pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai tingkat pemahaman dan tindak lanjut dalam merespon suatu pelayanan yang diterima berupa menunjukkan pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif.
Demikian pula jaminan menjadi bentuk pemberian pelayanan yang berkualitas sesuai dengan komitmen harapan yang diberikan kepada konsumen dengan memperlihatkan sikap ramah/sopan, menjamin keselamatan dan kenyamanan konsumen dalam mendapatkan pelayanan jasa lalu lintas penerbangan.
Bukti fisik menjadi hal penting bagi konsumen, hal tersebut yang memberikan suatu apresiasi bagi konsumen dalam melihat pelayanan sesuai ketersediaan sarana, fasilitas dan keahlian karyawan yang secara nyata diterapkan kepada konsumen mulai dari ketersediaan peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya.
Empati diperlukan di dalam memenuhi kepuasan konsumen yang berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap dan kepedulian dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Selain itu, dituntut organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC untuk mengembangkan kehandalan dalam pemberian pelayanan yang utama dan unggul tanpa diskriminan sesuai dengan proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen.
Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti ini, memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen sebagai apresiasi terpenuhinya harapan konsumen cepat mendapatkan pelayanan, keinginan konsumen atas pelayanan yang memuaskan. Lebih jelasnya ditunjukkan kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2.7
Kerangka Konseptual
2.5 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Kualitas layanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
2. Kualitas layanan bukti fisik yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar tepatnya pada organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I dengan waktu penelitian berlangsung selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan September sampai November 2011.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Metode pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:
3.2.1 Observasi
Observasi adalah metode dipergunakan sebagai salah satu piranti dalam pengumpulan data berdasarkan pengamatan secara langsung pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
3.2.2 Wawancara
Wawancara yaitu dialog secara langsung untuk memperoleh informasi dari responden terpilih dalam menghimpun informasi yang relevan dengan penelitian yang akan diadakan di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
3.2.3 Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis yang diberikan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data yang akurat dan valid.
3.2.4 Dokumentasi
Dokumentasi yaitu data yang diperoleh melalui pencatatan-pencatatan dari dokumen-dokumen yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara, observasi dan hasil kuesioner dari responden konsumen yang menggunakan jasa layanan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
3.3.2 Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari dokumentasi/tulisan (buku-buku, laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian) dan dari informasi pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian yang diteliti (uraian tugas, tata kerja dan referensi lainnya).
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, umumnya berupa orang, obyek, transaksi atau kejadian, di mana peneliti mempelajari atau menjadikannya obyek penelitian. Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari objek penelitian yaitu pilot dan co pilot yang bertugas memberikan layanan jasa lalu lintas penerbangan MATSC.
Sampel adalah suatu himpunan atau bagian dari unit populasi. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yaitu penunjukan langsung responden sesuai kebutuhan penelitian. Jadi besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan 100 responden pilot yang berada dalam naungan MATSC.
3.5 Metode Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisis secara deskriptif mengenai pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I.
2. Metode analisis regresi berganda dengan rumus: (Sudjana, 1999:47)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 +ei
Dimana:
Y = Kepuasan Konsumen
X1 = Responsif
X2 = Jaminan
X3 = Bukti Fisik
X4 = Empati
X5 = Handal
b1,b2,b3, b4, b5, = Koefisien Regresi (Parameter)
b0 = Konstanta (Intercept)
ei = Faktor Kesalahan
Selanjutnya untuk menentukan pengaruh dan tingkat signifikan digunakan = 0.05 atau 5% dapat diuji dengan menggunakan uji-F dan uji-t melalui program SPSS 10.0.
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan agar tidak menimbulkan penafsiran ganda yaitu dengan memberikan batasan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kepuasan konsumen adalah hasil penilaian secara menyeluruh terhadap tingkat penerimaan dan tanggapan yang dirasakan atas pemberian pelayanan yang diberikan oleh karyawan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I guna memuaskan konsumen. Indikator kepuasan adalah terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen.
2. Daya tanggap adalah bentuk pemberian pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai tingkat pemahaman dan tindak lanjut dalam merespon suatu pelayanan yang diterima. Indikatornya adalah pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif.
3. Jaminan adalah bentuk pemberian pelayanan yang sesuai dengan komitmen harapan kepuasan pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Indikatornya adalah memperlihatkan sikap ramah/sopan, menjamin keamanan dan keselamatan konsumen serta pelayanan jasa lalu lintas penerbangan yang memuaskan.
4. Bukti fisik adalah pemberian pelayanan sesuai ketersediaan sarana, fasilitas dan keahlian karyawan yang secara nyata diterapkan kepada konsumen. Indikatornya adalah peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya.
5. Empati adalah suatu sikap dan kepedulian dalam memberikan bentuk pelayanan kepada konsumen. Indikatornya adalah keseriusan memberikan pelayanan, perhatian dan peduli kepada konsumen yang membutuhkan layanan jasa lalu lintas penerbangan.
6. Kehandalan adalah pemberian pelayanan yang utama dan unggul tanpa diskriminan untuk pelayanan jasa lalu lintas penerbangan. Indikatornya proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen.
Semua variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Skala Likert. Penggunaan Skala Likert tersebut dilakukan dengan angka pilihan yang diarahkan dengan nilai terendah minimal 1 dan nilai tertinggi maksimal 5.
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Bandara Hasanuddin Makassar
Bandar udara (bandara) menurut UU No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, tempat naik turunnya penumpang, tempat bongkar muat kargo, pos serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.050/OT/PHB-1978, bandara mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengendalian keselamatan lalu lintas angkatan udara.
2. Mengatur keamanan dan keselamatan lalu lintas udara serta hygiene sanitasi bandara.
3. Menyediakan dan memelihara fasilitas bandara, telekomunikasi, navigasi dan listrik.
4. Mengatur dan mengawasi ground handling untuk kelancaran aru, barang dan penumpang.
5. Mengendalikan dan menyelenggarakan keamanan dan ketertiban umum bandara.
PT (Persero) Angkasa Pura I adalah Badan Usaha Milik Negara dalam lingkungan Departemen Perhubungan, dipimpin oleh Direksi yang menjalankan tugas pokoknya bertanggungjawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan penyediaan jasa pelayanan bandara.
Pada awalnya, PT (Persero) Angkasa Pura I didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1962 dengan nama Perusahaan Negara (PN) Angkasa “Kemayoran” dengan tugas pokok mengurus dan mengusahakan Bandar Udara Kemayoran. Kemudian melalui peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1974, ditetapkan bahwa dari “Perusahaan Negara” berubah bentuk menjadi “Perusahaan Umum” yang selanjutnya disebut PERUM Angkasa Pura.
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah yang menginginkan agar terhadap BUMN yang telah dinilai baik dan mampu untuk lebih menekankan dan berorientasi pada keuntungan, maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1992 Perum Angkasa Pura I berubah bentuk menjadi PT (Persero) Angkasa Pura I. Setelah Akta Pendirian Perusahaan ditandatangani pada tanggal 2 Januari 1993, maka PT (Persero) Angkasa Pura I resmi berdiri.
Sampai saat ini PT (Persero) Angkasa Pura I diberi kepercayaan oleh Pemerintah untuk mengelola 12 Bandara yang salah satunya adalah Bandara Hasanuddin Makassar. Bandara Hasanuddin pada tahun 1935 dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Lapangan Terbang KADIENG, yang letaknya sekitar 22 km sebelah utara Kota Makassar dengan konstruksi lapangan rumput. Lapangan terbang dengan landasan rumput berukuran 1.600m x 45m (runway 08 – 26) diresmikan tanggal 27 September 1937, ditandai adanya penerbangan komersial yang menghubungkan Surabaya-Makassar dengan pesawat jenis DOUGLAS D2/F6 oleh perusahaan KNILM (Koningklijke Nederland Indische Luchtvaat Maatschappij).
Tanggal 3 Oktober 1994 Bandara Hasanuddin dinyatakan sebagai Bandara Internasional sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.61/1994 tanggal 07 Januari 1995 dan diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Maret 1995 yang ditandai dengan penerbangan perdana oleh Malaysian Airlines System (MAS) langsung dari Kuala Lumpur ke Bandara Hasanuddin Makassar, disusul kemudian penebangan Silk Air yang menghubungkan Changi-Singapura dengan Bandara Hasanuddin. Hal ini tidaklah berarti bahwa pada tanggal 28 Maret 1995 Bandar Udara Hasanuddin pertama kali melayani penerbangan internasional, akan tetapi sejak tahun 1980 Bandara Hasanuddin digunakan sebagai Bandara Embarkasi/Debarkasi Haji langsung dari Makassar ke Jeddah vv.
4.2 Struktur Organisasi Bandara Hasanuddin Makassar
Berdasarkan uraian singkat sejarah perusahaan tersebut di atas, kesemuanya tidak terlepas dari visi, misi dan tugas pokok yang diemban oleh pihak Bandara Hasanuddin. Adapun visi yang akan diwujudkan yaitu: “Menjadi ATS Centre dan Transit Airport yang dapat diandalkan”. Visi tersebut dapat dioperasionalkan menjadi: (1) ATS Centre sejajar dengan Australia, Singapura dan (2) Pelayanan bandara transit terbaik di Indonesia.
Sejalan dengan visi tersebut di atas, maka misi Bandara Hasanuddin Makassar yaitu: “Peningkatan kualitas pelayanan melalui peningkatan kualitas peralatan dan kemampuan sumberdaya manusia”.
Berdasarkan visi dan misi tersebut di atas, tugas pokok dari Bandara Hasanuddin Makassar yaitu: “menyelenggarakan manajemen dan fungsi Bandar Udara secara Profesional dan Komersial dengan mencapai sasaran-sasaran perusahaan yang telah ditetapkan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk jelasnya dapat dilihat struktur organisasi PT. (Persero) Angkasa Pura I Cabang Bandara Hasanuddin Makassar sesuai dengan KEP. 49/OM.oo/2005, tanggal 22 Juli 2003.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian
Deskripsi karakteristik responden adalah penjelasan tentang keberadaan konsumen yang mendapatkan pelayanan di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar, yang diperlukan sebagai informasi untuk mengetahui identitas sebagai responden dalam penelitian ini. Responden sebagai obyek penelitian yang memberikan interpretasi terhadap karakteristik responden untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang pilot. Yang menjadi responden representatif untuk dikemukakan sebagai kelayakan responden dalam memberikan informasi mengenai identitas diri yaitu umur dan pendidikan. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Umur
Umur merupakan usia dari responden. Umur penting dalam suatu penilaian kepuasan. Bagi responden, makin matang umur seseorang, makin bagus penilaian atas kualitas pelayanan yang memuaskan. Lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1
Frekuensi dan Persentase Responden Menurut Umur
Umur
(Tahun) Frekuensi
(F) Persentase
(%)
26 – 30 4 4.0
31 – 35 32 32.0
36 – 40 52 52.0
> 40 12 12.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer, 2012.
Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik umur dari responden menunjukkan umumnya berusia antara 36 – 40 tahun yaitu sebanyak 52 orang atau 52.0%, 32 orang atau 32.0% berusia antara 31 – 35 tahun, 12 orang atau 12.0% berusia > 40 tahun, 3 orang atau 3.0% berusia 26 – 30 tahun dan 1 orang atau 1.0% berusia < 25 tahun. Melihat usia yang dimiliki responden tersebut menunjukkan bahwa responden telah mampu untuk menilai mana pelayanan yang memuaskan dan mana pelayanan yang tidak memuaskan untuk diberikan kepada konsumen yang menggunakan jasa MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dinyatakan dengan bukti fisik memiliki ijazah sesuai dengan latar belakang dan disiplin ilmu pendidikan yang dipunyai, diakui oleh pemerintah secara legal yang dimiliki oleh Air Traffic Controller (ATC) MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar. Lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 5.2:
Tabel 5.2
Frekuensi dan Persentase Pegawai Menurut Pendidikan
Pendidikan Frekuensi
(F) Persentase
%)
S2 8 8.0
S1 20 20.0
SMK 67 67.0
SMU 5 5.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.4 menunjukkan kebanyakan responden pilot berpendidikan SMK khususnya SMK penerbangan yaitu sebanyak 67 orang atau 67.0%. Untuk jenjang pendidikan S1 ada 20 orang atau 20.0%, 8 orang atau 8.0% berpendidikan S2 dan SMU ada 5 orang atau 5.0%.
5.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian
Deskripsi variabel penelitian adalah penjelasan mengenai analisis dimensi kualitas pelayanan konsumen yang berpengaruh terhadap kepuasan pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar. Penilaian variabel didasarkan pada tanggapan pegawai sebagai responden yang memberikan informasi sesuai pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Kepuasan Konsumen (Y)
Kepuasan konsumen adalah hasil penilaian secara menyeluruh terhadap tingkat penerimaan, tanggapan dan imej yang dirasakan atas pemberian pelayanan yang diberikan oleh air traffic controller MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar guna memuaskan konsumen. Kepuasan ditentukan oleh terpenuhinya harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.3 di bawah ini:
Tabel 5.3
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Kepuasan Konsumen
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Puas 4.01 – 5.00 15 15.0
Puas 3.01 – 4.00 41 41.0
Kurang Puas 2.01 – 3.00 41 41.0
Tidak Puas 1.01 – 2.00 3 3.0
Sangat Tidak Puas 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kepuasan responden belum terealisasi, karena terlihat masih terdapat responden memberikan tanggapan kurang puas dalam menerima layanan dari MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar yaitu sebesar 41.0%, tanggapan puas juga dinyatakan sebanyak 41.0% responden, 15.0% menyatakan sangat puas dan 3.0% menyatakan tidak puas. Ini berarti bahwa penerapan kualitas pelayanan oleh air traffic controller kepada konsumen masih perlu ditingkatkan agar seluruh konsumen dapat merasakan pelayanan yang memuaskan. Hal ini disebabkan pelayanan yang diterapkan air traffic controller belum maksimal, sehingga terjadi kesenjangan konsumen ada yang kurang puas dan ada yang puas, atau dengan kata lain terkadang air traffic controller MATSC masih memberikan pelayanan yang diskriminatif kepada konsumen.
2. Daya tanggap (X1)
Daya tanggap adalah bentuk pemberian pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai tingkat pemahaman dan tindak lanjut dalam merespon suatu pelayanan yang diterima. Daya tanggap ditentukan oleh pemberian pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan dan menciptakan respon yang positif. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.4 di bawah ini:
Tabel 5.4
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Daya tanggap
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Sesuai 4.01 – 5.00 49 49.0
Sesuai 3.01 – 4.00 44 44.0
Kurang Sesuai 2.01 – 3.00 7 7.0
Tidak Sesuai 1.01 – 2.00 0 0.0
Sangat Tidak Sesuai 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa daya tanggap yang ditunjukkan oleh air traffic controller MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar telah sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan tanggapan 49.0% responden, sebanyak 44.0% menyatakan sesuai dan masih terdapat 7.0% menyatakan kurang sesuai. Artinya daya tanggap yang ditunjukkan masih perlu ditingkatkan agar seluruh konsumen dapat merasakan pelayanan yang memuaskan.
3. Jaminan (X2)
Jaminan adalah bentuk pemberian pelayanan yang sesuai dengan komitmen harapan kepuasan pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Jaminan berupa sikap yang ramah/sopan, jaminan pelayanan maksimal dan keselamatan selama penerbangan. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.5 di bawah ini:
Tabel 5.5
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Jaminan
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Sesuai 4.01 – 5.00 80 80.0
Sesuai 3.01 – 4.00 13 13.0
Kurang Sesuai 2.01 – 3.00 7 7.0
Tidak Sesuai 1.01 – 2.00 0 0.0
Sangat Tidak Sesuai 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer, 2012
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa jaminan yang ditunjukkan dalam memenuhi kepuasan konsumen sudah sangat sesuai bagi responden konsumen, yang ditunjukkan dari persentase tanggapan sebesar 80.0% yang menunjukkan bahwa MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar memberikan jaminan dalam setiap pelayanan kepada konsumen. Sementara terdapat 13.0% menyatakan sesuai dan 7.0% menyatakan kurang sesuai, yang berarti masih terdapat konsumen yang kurang memahami jaminan yang diberikan dalam pelayanan konsumen.
4. Bukti Fisik (X3)
Bukti fisik adalah pemberian pelayanan sesuai ketersediaan sarana, fasilitas dan keahlian karyawan yang secara nyata diterapkan kepada konsumen. Bukti fisik yang dimaksud berupa peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia, lengkap dengan tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.6 di bawah ini:
Tabel 5.6
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Bukti Fisik
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Sesuai 4.01 – 5.00 53 53.0
Sesuai 3.01 – 4.00 21 21.0
Kurang Sesuai 2.01 – 3.00 26 26.0
Tidak Sesuai 1.01 – 2.00 0 0.0
Sangat Tidak Sesuai 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa bukti fisik yang tersedia pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar sudah sangat sesuai dalam arti ketersediaan peralatan air traffic service dapat dikategorikan sudah modern. Hal tersebut dinyatakan oleh sebanyak 53.0% dan 21.0% responden. Sementara terdapat 26.0% responden menyatakan kurang sesuai.
5. Empati (X4)
Empati adalah suatu sikap dan kepedulian dalam memberikan bentuk pelayanan kepada konsumen. Empati tersebut berupa keseriusan memberikan pelayanan, perhatian dan peduli kepada konsumen yang membutuhkan layanan jasa lalu lintas penerbangan. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.7 di bawah ini:
Tabel 5.7
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Empati
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Sesuai 4.01 – 5.00 56 56.0
Sesuai 3.01 – 4.00 22 22.0
Kurang Sesuai 2.01 – 3.00 22 22.0
Tidak Sesuai 1.01 – 2.00 0 0.0
Sangat Tidak Sesuai 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa empati telah diterapkan terlihat dari 56.0% responden menyatakan sangat sesuai dan masing-masing 22.0% menyatakan sesuai dan kurang sesuai. Ini berarti bahwa penerapan empati dalam dimensi kualitas pelayanan belum sepenuhnya diterapkan kepada setiap konsumen, sehingga masih terdapat konsumen yang masih kurang puas dalam mendapatkan pelayanan di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
6. Kehandalan (X5)
Kehandalan adalah pemberian pelayanan yang utama dan unggul tanpa diskriminan untuk pelayanan konsumen. Kehandalan tersebut berupa proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.8 di bawah ini:
Tabel 5.8
Frekuensi dan Persentase Responden menurut Kehandalan
di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar, 2012
Kategori Skala Interval Responden
Frekuensi
(F) Persentase (%)
Sangat Sesuai 4.01 – 5.00 40 40.0
Sesuai 3.01 – 4.00 38 38.0
Kurang Sesuai 2.01 – 3.00 22 22.0
Tidak Sesuai 1.01 – 2.00 0 0.0
Sangat Tidak Sesuai 0.00 – 1.00 0 0.0
Total 100 100.0
Sumber: Data Primer
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa kehandalan terlihat sudah sangat sesuai yaitu ada sebanyak 40.0% menyatakan sangat sesuai, 38.0% menyatakan sesuai dan 22.0% menyatakan kurang sesuai. Artinya tingkat kehandalan dari pengelola MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar masih perlu ditingkatkan khususnya sikap air traffic controller dalam melayani, yang cenderung masih terlihat angkuh, yang seharusnya harus bersikap ramah kepada konsumen.
5.1.3 Analisis Validitas dan Reliabilitas
Berdasarkan hasil analisis uji validity dan reliability variabel penelitian menggunakan program SPSS 11.0 menunjukkan bahwa pengujian validitas dan reliabilitas terhadap instrumen kuesioner dilakukan untuk menjamin bahwa instrumen penelitian yang digunakan tersebut akurat dan dapat dipercaya, serta dapat diandalkan apabila digunakan sebagai alat dalam pengumpulan data. Untuk jelasnya kedua pengujian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Untuk melakukan pengujian validitas suatu instrumen kuesioner dapat digunakan metode statistik SPSS 11.00. Menurut hasil pengolahan data, menunjukkan bahwa pada umumnya rata-rata instrumen kuesioner sangat valid. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Standar Deviasi lebih besar dari 0,6 (positif). Ketentuan validitas suatu instrumen telah memenuhi syarat minimal sebesar 0,6 sebagai suatu instrumen yang dianggap valid. Untuk jelasnya, ringkasan hasil uji validitas dapat dilihat dalam tabel uji validitas sebagaimana terlampir pada lampiran.
2. Uji Reliabilitas
Untuk menguji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas (Cronbach Alpha). Hasil uji reliabilitas instrumen kuesioner sebagaimana yang terdapat dalam lampiran skripsi ini dapat disimpulkan dalam Tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas
Kuesioner Alpha Keterangan
Kepuasan Konsumen (Y)
Daya tanggap (x1)
Jaminan (x2)
Bukti Fisik (x3)
Empati (x4)
Kehandalan (x5) 0.8395
0.8305
0.8560
0.9802
0.9188
0.7844 Reliable
Reliable
Reliable
Reliable
Reliable
Reliable
Sumber: Data setelah diolah, 2012
Berdasarkan Tabel 5.9 di atas, menunjukkan bahwa nilai alpha instrumen penelitian pada masing-masing variabel lebih besar dari nilai yang diisyaratkan, yaitu sebesar 0.60 atau lebih besar dari 0.60. Dengan demikian, keseluruhan instrumen kuesioner dalam penelitian ini adalah reliable (dapat dipercaya) karena telah memenuhi syarat minimal.
5.1.4 Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk menelaah pembuktian analisis kuantitatif.
Pembuktian ini dimaksudkan untuk menguji variasi dari model regresi yang digunakan dalam menerangkan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dengan cara menguji kemaknaan dari koefisien regresinya. Hasil perhitungan dengan menggunakan model regresi penuh (Full Model Regression) diperoleh dengan nilai koefisien regresi atas analisis kualitas pelayanan konsumen yang berpengaruh terhadap kepuasan pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
Tabel 5.10
Rangkuman Hasil Uji-F Analisis Regresi Berganda
(Full Model Regression)
Variable Regresi Koefisien Regresi R R Square F-ratio F-table Sig. Konstanta (Y)
X1
X2
X3
X4
X5 0.448
0.452
0.309
0.255
0.175 0.820 0.672 38.583 2.31 0.000 -3.518
Sumber : Lampiran Regresi, 2012
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan program SPSS menggunakan Full Model Regression diperoleh persamaan regresi liner berganda adalah sebagai berikut:
¬Y = -3.518 + 0.448X1 + 0.452X2 + 0.309X3 + 0.255X4 + 0.175X5
Persamaan regresi di atas terdapat nilai 0 atau nilai konstanta sebesar -3.518. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel independent seluruhnya dianggap bernilai 0, maka kepuasan konsumen di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar (Y) adalah sebesar -3.518. Hal ini adalah indikasi dari pengaruh variabel lain yang tidak diteliti dalam analisis dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
Selain itu persamaan regresi linier berganda di atas, terdapat nilai koefisien regresi variabel bebas X adalah positif. Nilai koefisien X yang positif artinya apabila terjadi perubahan pada variabel X, akan menyebabkan perubahan secara searah pada variabel Y.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka :
1. Jika daya tanggap (X1) dari dimensi kualitas pelayanan diberikan sesuai dengan pelayanan yang menyenangkan, cakap dalam pelayanan serta mampu menciptakan respon yang positif, maka memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
2. Jika jaminan (X2) dari dimensi kualitas pelayanan diberikan sesuai dengan sikap ramah/sopan, menjamin keamanan dan keselamatan konsumen serta pelayanan jasa lalu lintas penerbangan yang memuaskan, maka memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
3. Jika bukti fisik (X3) dari dimensi kualitas pelayanan diberikan sesuai dengan peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan air traffic controller yang menguasai bidang tugasnya, maka hal tersebut memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
4. Jika empati (X4) dari dimensi kualitas pelayanan diberikan sesuai dengan keseriusan memberikan pelayanan, perhatian dan peduli kepada konsumen yang membutuhkan layanan jasa lalu lintas penerbangan, maka memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
5. Jika kehandalan (X5) dari dimensi kualitas pelayanan diberikan sesuai dengan proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen, maka memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi kualitas pelayanan ditentukan oleh pelayanan yang responsif, adanya jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan yang berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
5.1.5 Pembuktian Hipotesis
1. Uji-F
Analisis dari uji F ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu “kualitas pelayanan yang terdiri dari daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar”.
Uji statistik F atau uji signifikansi simultan, pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen Y. Uji F ini dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan nilai Ftabel pada taraf nyata = 0,05. Uji F mempunyai pengaruh signifikan apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel atau probabilitas kesalahan kurang dari 5% (P < 0,05).
Hasil perhitungan analisis Full Model Regression dengan bantuan program SPSS diperoleh Fhitung sebesar 38.583 dengan tingkat probabilitas 0.000 (signifikan). Sedangkan Ftabel sebesar 2.31 dengan demikian maka Fhitung lebih besar dari Ftabel (38.583 > 2.31) dan juga probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05, berarti bahwa hipotesis penelitian ini dapat diterima kebenarannya.
Selanjutnya hasil perhitungan regresi untuk nilai R (koefisien korelasi) untuk melihat pengaruh simultan dan nilai R2 (koefisien determinan) untuk melihat pengaruh parsial variabel-variabel yang diteliti. Diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) = 0.820 berarti bahwa variabel independen kualitas pelayanan memberikan pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen kepuasan konsumen, setelah dipersentasekan diperoleh hasil sebesar 82%, dan sisanya sebesar 18% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Besarnya pengaruh variabel independen (lima variabel) tersebut dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan (R2). Nilai koefisien determinan sesuai hasil perhitungan regresi linier adalah R2 = 0.672 atau 67.2%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang terdiri atas daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen sebesar 67.2%, sedangkan sisanya sebesar 32.8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model.
2. Uji t
Uji t untuk menguji kemaknaan atau keberartian koefisien regresi partial. Pengujian melalui uji t adalah dengan membandingkan thitung dengan ttabel pada taraf nyata = 0.05. Uji t berpengaruh signifikan apabila hasil perhitungan thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) atau probabilitas kesalahan lebih kecil dari 5% (p < 0.05). Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 5.11 disajikan hasil perhitungan uji t dan koefisien korelasi partialnya sebagai berikut:
Tabel 5.11
Hasil Perhitungan Uji Student (Uji-t)
Variabel Regresi Koefisien Regresi t-hitung t-tabel Sig. Keterangan
X1
X2
X3
X4
X5 0.448
0.452
0.309
0.255
0.175 5.562
5.943
6.310
4.205
2.907 1.98
1.98
1.98
1.98
1.98 0.000
0.000
0.000
0.000
0.005 Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Sumber : Lampiran Regresi, 2012
Hasil pengujian variabel independen kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar adalah sebagai berikut:
a. Variabel daya tanggap (X1) menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0.448 dengan t-hitung = 5.562 dan t-tabel = 1.98 maka t-hitung > t-tabel, yang berarti memiliki pengaruh signifikan dengan tingkat Sig. = 0.000.
b. Variabel jaminan (X2) menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0.452 dengan t-hitung = 5.943 dan t-tabel = 1.98 maka t-hitung > t-tabel, yang berarti memiliki pengaruh signifikan dengan tingkat Sig. = 0.000.
c. Variabel bukti fisik (X3) menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0.309 dengan t-hitung = 6.310 dan t-tabel = 1.98 maka t-hitung > t-tabel, yang berarti memiliki pengaruh signifikan dengan tingkat Sig. = 0.000.
d. Variabel empati (X4) menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0.255 dengan t-hitung = 4.205 dan t-tabel = 1.98 maka t-hitung > t-tabel, yang berarti memiliki pengaruh signifikan dengan tingkat Sig. = 0.000.
e. Variabel kehandalan (X5) menunjukkan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0.175 dengan t-hitung = 2.907 dan t-tabel = 1.98 maka t-hitung > t-tabel, yang berarti memiliki pengaruh signifikan dengan tingkat Sig. = 0.005.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen dimensi kualitas pelayanan yang memiliki pengaruh dominan dan signifikan terhadap kepuasan konsumen di MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar adalah bukti fisik (X3) sesuai dengan nilai B yaitu 0.309, dengan demikian hipotesis kedua diterima yang berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan bukti fisik yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar.
5.2 Pembahasan
1. Daya tanggap terhadap Kepuasan Konsumen
Berbagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh air traffic controller MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar tentunya mengharapkan adanya daya tanggap atas kualitas pelayanan yang diberikan sesuai tingkat kepuasan konsumen. Sangat wajar bahwa dalam memberikan pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif sebagai respon timbal balik antara air traffic control MATSC dan konsumen guna saling memberikan feedback yang positif bagi proses pemberian kualitas pelayanan yang utama.
Bentuk-bentuk pelayanan yang perlu diberikan sangat ditentukan oleh sikap, profesi dan respon atas keluhan konsumen. Daya tanggap yang ditunjukkan kepada konsumen yaitu: (1) penampilan dan raut wajah air traffic control MATSC dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, (2) penguasaan, kemahiran dan keterampilan dari air traffic control MATSC dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan (3) respon dari air traffic control MATSC atas pelayanan yang diberikan.
Daya tanggap yang ditunjukkan air traffic control MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar sesuai penerapannya dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan berhubungan dengan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima. Daya tanggap dalam kualitas pelayanan perlu lebih ditingkatkan lagi dan penting dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen.
Konsep dan teori yang mendukung dikemukakan oleh Yazid (1999) bahwa suatu pemasaran jasa banyak melibatkan adanya tingkat tanggap dari suatu konsumen untuk memberikan suatu pelayanan yang dapat memuaskan konsumen. Bentuk konkrit daya tanggap yang dapat ditunjukkan oleh pemberi jasa terhadap konsumen adalah adanya respon timbal balik antara air traffic control MATSC dan konsumen guna saling memberikan feedback yang positif bagi proses pemberian kualitas pelayanan yang utama.
2. Jaminan terhadap Kepuasan Konsumen
Dewasa ini air traffic control MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar telah melakukan pembenahan berbagai aktivitas yang sifatnya dapat menumbuhkan jaminan keyakinan konsumen atas pemberian kualitas pelayanan yang dapat ditunjukkan. Baik berupa keyakinan atas pelayanan secara operasional, teknis dan manajerial guna memberikan kepuasan kepada konsumen. Bentuk jaminan tersebut berupa sikap yang meyakinkan, motivasi yang ditunjukkan, kesesuaian dalam berbagai pelayanan air traffic service yang tentunya memberikan suatu nilai tersendiri yang dapat diyakini oleh setiap konsumen atas kualitas pelayanan yang diberikan.
Jaminan yang ditunjukkan sesuai dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima. Jaminan tersebut menjadi perhatian bagi air traffic control MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar yang harus ditingkatkan guna memberikan kepuasan kepada konsumen atas pelayanan yang diberikan.
Konsep dan teori yang mendukung dikemukakan oleh Oemi (1995) menyatakan bahwa dasar-dasar dari suatu pelayanan jasa dalam menjalin suatu kemitraan adalah keyakinan yang ditumbuhkan kepada konsumen, sehingga loyalitas yang diberikan sangat mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Konsumen akan meyakini pelayanan yang diberikan apabila aspek kualitas pelayanan keyakinan dipenuhi berupa sikap yang meyakinkan, motivasi yang ditunjukkan, kesesuaian dalam berbagai pelayanan yang diberikan.
3. Bukti Fisik terhadap Kepuasan Konsumen
MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar dalam memberikan bentuk pelayanan, pihak pengelola mengembangkannya dengan menggunakan peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya.
Bentuk-bentuk pemberian kualitas pelayanan sebagai bukti fisik yang diberikan oleh air traffic control MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar secara operasional tercermin dari ketersediaan alat-alat, perlengkapan-perlengkapan yang digunakan oleh dalam pelayanan air traffic service terhadap kepuasan konsumen. Terlihat bukti fisik yang ditunjukkan sesuai penerapannya dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan berhubungan dengan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima. Artinya bukti fisik dalam kualitas pelayanan, sangat penting dalam meningkatkan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima.
Konsep dan teori yang mendukung dikemukakan oleh Lupiyoadi (2001) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan bukti fisik dari suatu pemasaran jasa, sangat ditentukan bukti fisik berupa penggunaan alat, ketersediaan perlengkapan yang terpenuhi dan kemampuan individu dari aspek pemasaran untuk memberikan suatu kualitas pelayanan yang dapat memuaskan konsumen.
4. Empati terhadap Kepuasan Konsumen
Pelayanan MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar hingga saat ini telah memberikan suatu kualitas pelayanan yang mengarah kepada perbaikan nilai empati yang ditawarkan kepada konsumen, sehingga konsumen dapat menilai bahwa kepuasan pelayanan yang diterima betul-betul memuaskan.
Secara operasional, pihak pengelola MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar hingga saat ini telah mengembangkan suatu empati yang ditujukan kepada konsumen dalam bentuk sikap dan karakter yang ditunjukkan berupa proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen.
Empati yang ditunjukkan cukup sesuai dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima. Atau dengan kata lain, empati dalam dimensi kualitas, perlu lebih ditingkatkan lagi dalam meningkatkan kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima.
Konsep dan teori yang mendukung yaitu Tjiptono (2002) menyatakan bahwa empati dalam kualitas pelayanan merupakan aspek keseriusan, pembinaan, penyuluhan dan memberikan imej mengenai pola pengembangan pemasaran jasa yang harus dipenuhi agar memberikan impact kepada kepuasan konsumen.
5. Kehandalan terhadap Kepuasan Konsumen
Pihak pengelola MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar menyadari akan arti dari suatu keunggulan dalam persaingan pelayanan. Disadari pula bahwa saat ini paradigma pelayanan telah mengalami perubahan dari paradigma pelayanan yang mengarah kepada pelayanan yang bersifat ekonomis. Untuk memberikan kepuasan dengan perubahan paradigma tersebut, maka air traffic control MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar telah mengembangkan bentuk kualitas pelayanan kehandalan yang mengarah kepada pelayanan yang mandiri, profesional dan unggul. Bentuk-bentuk pelayanan tersebut yang berkaitan dengan kualitas kehandalan berupa proses pelayanan yang cepat, sikap pelayanan yang utama dan menanamkan kepercayaan pada setiap konsumen.
Kehandalan MATSC terhadap kepuasan konsumen yaitu berupa: (1) proses pelayanan yang diberikan kepada konsumen yang cepat, (2) sikap dari air traffic controller MATSC dalam memberikan pelayanan kepada setiap konsumennya dan (3) sikap dari air traffic controller MATSC dalam menanamkan kepercayaan kepada setiap konsumen.
Kehandalan yang ditunjukkan sesuai dalam memberikan pelayanan kepada konsumen dan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen atas pelayanan yang diterima. Artinya, kehandalan dalam kualitas pelayanan, perlu dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga memberikan kepuasan bagi konsumen.
Konsep dan teori yang mendukung dikemukakan oleh Hamzenah (2003) bahwa untuk memenangkan suatu persaingan dalam pemasaran jasa, maka fokus dari setiap pelayanan harus bertumpu kepada kehandalan yang dimiliki dalam bersaing menurut standar-standar kelayakan pelayanan jasa. Aspek kehandalan yang harus diperhatikan adalah proses pelayanan yang cepat, sikap pelayanan yang utama dan menanamkan kepercayaan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara simultan hasil penelitian ini membuktikan dugaan hipotesis H0 ditolak dan H1 diterima yaitu bahwa daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan secara simultan berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar. ¬Secara parsial kualitas pelayanan telah diterapkan dengan baik dalam mencapai kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar, sebagai berikut:
a. Kualitas pelayanan berdasarkan daya tanggap berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan pelayanan yang menyenangkan, kecakapan dalam pelayanan, menciptakan respon yang positif.
b. Kualitas pelayanan berdasarkan jaminan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan sikap ramah/sopan, menjamin keamanan dan keselamatan konsumen serta pelayanan jasa lalu lintas penerbangan yang memuaskan.
c. Kualitas pelayanan berdasarkan bukti fisik berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan ketersediaan peralatan yang modern, perlengkapan yang tersedia lengkap dan tenaga staf yang menguasai bidang tugasnya.
d. Kualitas pelayanan berdasarkan empati berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan keseriusan memberikan pelayanan, perhatian dan peduli kepada konsumen yang membutuhkan layanan jasa lalu lintas penerbangan.
e. Kualitas pelayanan berdasarkan kehandalan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan proses pelayanan yang cepat, tidak pilih kasih dan memberikan kepercayaan kepada konsumen.
2. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dimensi kualitas pelayanan berdasarkan bukti fisik yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar. Artinya konsumen telah mampu memahami bahwa kepuasan yang dirasakan ditentukan oleh pemberian pelayanan yang sesuai ketersediaan sarana, fasilitas dan keahlian air traffic control yang diterapkan kepada konsumen.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan sebagai berikut:
1. Disarankan di masa akan datang, penerapan dimensi kualitas pelayanan oleh pengelola MATSC PT (Persero) Angkasa Pura I Makassar menjadi pertimbangan agar pemberian pelayanan tersebut sesuai dengan peningkatan kepuasan konsumen yang mengalami penurunan.
2. Mengingat fungsi bandara sangat penting dan peralatan yang digunakan sangat vital, untuk itu dalam pengoperasiannya dibutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi. Selain itu ditunjang dengan peralatan yang canggih atau alat – alat yang sudah lama penggunaannya, hendaknya dikalibrasi guna menghasilkan ketelitian yang baik demi terciptanya peningkatan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen.
3. Disarankan agar kualitas pelayanan yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan kepuasan konsumen melalui:
a. Daya tanggap terus ditingkatkan tingkat pemahaman dari pengelola dalam menunjukkan sikap yang baik dalam melayani konsumen.
b. Jaminan terus ditingkatkan dengan menunjukkan komitmen harapan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen.
c. Bukti fisik terus ditingkatkan dengan melengkapi peralatan yang modern.
d. Empati terus ditingkatkan dengan menunjukkan sikap dan kepedulian untuk melayani setiap konsumen.
e. Kehandalan terus ditingkatkan dengan melayani konsumen tidak diskriminatif.
4. Disarankan agar dimensi kualitas pelayanan berdasarkan kehandalan yang menunjukkan pengaruh signifikan yang lemah untuk menjadi perhatian dengan menyediakan staf yang handal, memberikan pelayanan yang cepat dan tidak pilih kasih, yang akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaluddin, dan Singarimbun, 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES Jakarta.
Arisutha, Damartaji, 2005. Dimensi Kualitas Pelayanan. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.
Barata, Atep. D., 2001. Pelayanan Prima. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Dekker, A. Steven, 2001. Measure Service Quality: Reexamination and Extension. Journal of Marketing. Vol. 56. July, 55-68. (Diterjemahkan oleh Sutanto).
Engel, James, 1990. (Diterjemahkan oleh Purwoko) Satisfaction; A Behavioral Perspective On The Consumer. Mc-Graw Hill Companies Inc., USA.
Gaspersz, Vincent, 2003. Manajemen Bisnis Total - Total Quality Management. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gronroos, Michael, 1990. Perceived Service Quality Model. Published Ohio University Press, California.
Hesketts, Robert, 1990. Service Profit Chain Model. Prentice Hall, California Press.
Marcel, Davidson, 2003. Service Quality in Concept and Theory. Published by American Press, USA.
Margaretha, 2003. Kualitas Pelayanan: Teori dan Aplikasi. Penerbit Mandar Maju, Jakarta.
Martul, Shadiqqin, 2004. Implementasi Dimensi Kualitas Pelayanan Konsumen. Penerbit Sinar Grafika,Jakarta.
Norman, Davis, 1992. Service Management System. Prentice Hall Ohio University Press, USA.
Oemi, 1995. (Diterjemahkan oleh Purwoko) Measuring Customer Satisfaction; Survey Design, Use and Statistical Analysis Methods. ASQ Quality Press, Wisconsin, USA.
Parasuraman, A. Valerie, 2001. (Diterjemahkan oleh Sutanto) Delivering Quality Service. The Free Press, New York.
Peter, J.H., 2003. Service Management in Managing The Image. Trisakti University, Jakarta.
Purwoko, Bambang, A., 2000. Asocial Security Highlight in Indonesia: An Economic Perspective. Komunika Jaya Pratama, Jakarta.
Rangkuti, Freddy, 2003. Konsep Pengukuran Kepuasan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Samuelson, Jeniston, 2000. Application of Quality Service Theory. Published by John Wiley and Sons, USA.
Stemvelt, Robert C., 2004. (Diterjemahkan oleh Purwoko) Perception of Service Quality. Allyn and Bacon, Massachusetts.
Sunyoto, Hamingpraja, 2004. Jaminan Kualitas Pelayanan Konsumen. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Syamsuddin, 1999. Kepuasan Konsumen dalam Pemasaran Jasa. Penerbit Tarsito, Bandung.
Tirtomulyo, Abadi, 1999. Peningkatan Kepuasan Konsumen dalam Tinjauan Pemasaran Jasa. Penerbit Rajawali Press, Jakarta.
Tjiptono, Fandy, 2004. Kepuasan dalam Pelayanan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Yong, C.Z., Yun, Y.W., Loh, L., 2003. (Diterjemahkan oleh Sutanto). The Quest for Global Quality. Pustaka Delapratasa, Jakarta.
Zeithaml, Bitner, 1990. (Diterjemahkan oleh Purwoko) The Concept of Customer Satisfaction. The McGraw-Hill Companies. Inc. USA.
0 Komentar Untuk "PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA MAKASSAR AIR TRAFFIC SERVICE"
Posting Komentar