SEJARAH PERKEMBANGAN BIOLOGI SEL
SEJARAH PERKEMBANGAN BIOLOGI SEL
A. PENDAHULUAN
Jauh sebelum Robert Hooke mempopulerkan istilah sel, beberapa ahli filsafat Yunani telah mengemukakan pandangannya berkenaan dengan penyusun tubuh makhluk hidup. Aristotles dan Paracelcius telah mengemukakan bahwa tubuh semua hewan dan tumbuhan tersusun atas elemen-elemen sederhana. Elemen-elemen sederhana tersebut secara bersama-sama membentuk struktur makroskopis makhluk hidup (De Robertis et al., 1979). Belakangan, elemen-elemen sederhana tersebut dikenal dengan istilah sel (dari bahasa Yunani, yaitu Cella atau Cellula yang berarti ruang atau kamar kecil).
Sebuah sel dapat berperan sebagai suatu organisme yang dikenal sebagai organisme uniseluler atau organisme bersel satu, misalnya berbagai jenis protozoa. Sel dapat tersusun berkelompok dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis jaringan dan membentuk organ. Selanjutnya, beberapa organ membentuk sistem organ dan pada akhirnya beberapa sistem organ, secara bersama-sama membentuk suatu organisme. Organisme yang dibentuk dinamakan organisme multiseluler.
Pemahaman mengenai sel baik dari aspek ultrastruktur maupun dari aspek fungsionalnya tidak terlepas dari hasil kerja keras sejumlah pakar ilmu pengetahuan. Penelitian-penelitian terus dikembangkan, bahkan dari berbagai sudut pandang dan melibatkan disiplin ilmu-ilmu lain. Penemuan mikroskop sederhana hingga mikroskop elektron telah memberikan sumbangan yang sangat penting dalam perkembangan biologi sel. Kemajuan yang dicapai di bidang kimia organik dan biokimia telah mengantar umat manusia pada pemahaman sel yang lebih mendalam hingga pada tingkatan yang belum pernah diprediksi sebelumnya. Perkembangan pengetahuan di bidang genetika molekuler dan disiplin ilmu yang lain telah mengantar umat manusia pada pemahaman hingga tingkatan rekayasa genetika yang sangat menakjubkan. Melalui pendekatan yang lebih holistik dan integratif, kini biologi sel tampil sebagai sebuah ilmu yang mampu menjadi dasar bagii pengembangan ilmu-ilmu hayati lainnya.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI SEL
Sel merupakan massa protoplasma berbatas membran dengan sistem organisasi yang sangat kompleks. Sel bukan merupakan suatu bangunan statis, melainkan sebuah struktur yang sangat dinamis. Berbagai jenis aktivitas hidup yang berlangsung di dalam tubuh organisme pada dasarnya berlangsung di dalam sel dengan mekanisme sistem yang sangat harmonis. Aktivitas satu sel menunjang aktivitas sel yang lain membentuk suatu sistem yang sangat harmonis untuk menunjang sebuah kehidupan yang fungsional.
Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723), seorang yang berkebangsaan Belanda merupakan orang pertama yang menemukan mikroskop dan meneliti organisme mikroskopis seperti berbagai Protozoa dan Rotifera yang oleh Beliau diberi nama ”animanculus”, berbagai jenis bakteri, meliputi bakteri basil dan bakteri spiral;. mengamati sperma pada manusia, katak, anjing, kelinci, dan ikan. Beliau juga mengamati pergerakan sel-sel darah di dalam kapiler kaki katak dan daun telinga pada kelinci.
Gambar-1.1 Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723), dan mikroskop sederhana serta jenis protozoa hasil temuannya
Marcello Malphigi (1628-1694), seorang berkebangsaan Italia merupakan orang pertama yang menggunakan mikroskop dalam mengamati sayatan jaringan pada organ-organ tertentu, seperti otak, hati, ginjal, limfa, dan paru-paru. Selain itu, dia juga mengamati perkembangan embrio ayam. Dari hasil pengamatannya, dia menyimpulkan bahwa jaringan tersusun atas unit-unit struktural yang ia sebut utricles (De Robertis, 1988).
Gambar-1.2 Marcello Malphigi (1628-1694)
Robert Hooke (1663) merupakan orang pertama yang memperkenalkan istilah sel berdasarkan hasil pengamatannya pada sayatan sumbat gabus. Ia melaporkan bahwa sumbat gabus terdiri atas ruang-ruang kecil yang diberi nama sel (bahasa Yunani: Cellula yang bermakna ruang-ruang kecil).
Gambar-1.3 Ruang-ruang kecil pada sayatan sumbat gabus, R. Hooke (1663) dan mikroskop sederhana
Rene Dutrochet (1776-1847), seorang yang berkebangsaan Perancis, melaporkan bahwa semua hewan dan tumbuhan terdiri atas kumpulan sel-sel globular. Pada tahun 1831, Robert Brown (1773-1858), seorang yang berkebangsaan Inggris, melaporkan bahwa sel-sel epidermis tumbuhan, serbuk sari, dan kepala putik mengandung suatu struktur yang konstan yang disebut inti. Pada tahun 1840, Johannes E. Purkinye (1787-1869), seorang yang berkebangsaan Cekoslovakia, memperkenalkan istilah protoplasma. Pada tahun 1861, W. Schultze menyatakan bahwa protoplasma merupakan dasar fisik dari kehidupan. Protoplasma adalah substansi hidup yang berbatas membran dimana di dalamnya terdapat inti atau nukleus (Karp, 1984).
Gambar-1.4 Johannes E. Purkinye (1787-1869)
Gambar-1.5 Mathias J. Schleiden(1804-1882), T(1810-1882). Schwann dan R. Virchow(1821-1902)
Pada tahun 1938, Mathias J. Schleiden (1804-1882), seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman, melaporkan bahwa tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Secara terpisah, pada tahun 1839 Theodore Schwann (1810-1882) yang juga seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman, melaporkan bahwa tubuh hewan tersusun atas sel. Schwann kemudian mengusulkan dua azas yang dikenal dengan teori sel, yaitu: Semua organisme terdiri atas sel, dan sel merupakan unit dasar organisasi kehidupan. Sepuluh tahun kemudian R. Virchow (1821-1902) mengusulakn azas ketiga teori sel yang berbunyi: Semua sel berasal dari sel yang telah ada sebelumnya (Omnis cellula e cellulaI) (Sheeler & Bianchi, 1983). Kemudian Louis Pasteur (1908-1895) mengemu-kakan teori biogenesis yang menyatakan bahwa setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya (Omne vivum e vivo). (Thorpe, 1984; Sheeler and Bianchii, 1983; dan Albert et al., 1984)
Gambar-1.6 L. Pasteur (1808-1895)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan tersebut diambil suatu kesimpulan, yaitu: sel merupakan kesatuan struktural dari makhluk hidup, sel merupakan kesatuan fungsional dari makhluk hidup, dan sel merupakan kesatuan hereditas dari makhluk hidup. Namun, dalam lingkup yang lebih kompleks, teori sel mengandung makna (Villee et al., 1985), yaitu:
1. Semua makhluk hidup terdiri atas sel;
2. Sel yang baru dibentuk, berasal dari pembelahan sel sebelumnya;
3. Semua sel memiliki kemiripan yang mendasar dalam hal komposisi kimia dan aktivitas metabo-lismenya;
4. Aktivitas dari suatu organisme dapat dimengerti sebagai aktivitas kolektif, dan interaksi-interaksi dari unit-unit seluler bergantung satu dengan yang lainnya.
Gambar-1.7 Oragnisasi kehidupan tingkat individu
Menurut De Robertis et al., (1975), sebuah sel harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Memiliki membran plasma;
2. Mengandung materi genetic yang penting untuk mengkode berbagai jenis RNA, termasuk untuk sintesis protein;
3. Mengandung “mesin biosintesis” tempat di mana sintesis berlangsung.
C. SIFAT DAN KEISTIMEWAAN SEL
Seperti telah diuraikan oleh Schleiden dan Schwann, sel-sel dapat dianggap sebagai “unit-unit kehidupan“. Dapat diduga bahwa semua bentuk kehi-dupan, terlepas dari sifatnya, mempunyai dasar seluler. Sel-sel bersifat semiotonom, hal ini dapat ditunjukkan de-ngan cara mengisolasi sel-sel dari organisme multiseluler dan dan menumbuhkannya di luar organisme tersebut. Sejumlah percobaan menunjukkan bahwa sel-sel dari organisme manapun, termasuk manusia, dapat dibudi-dayakan di luar tubuh (in vitro) dengan kondisi tertentu yang memungkinkannya tetap hidup, sampai lama setelah organisme asalnya mati. Misalnya, sel-sel manusia telah dibudidayakan untuk kurun waktu puluhan tahun, dan dapat disiapkan bagi peneliti dengan hanya mengambil-nya dari freezer.
Aktivitas organisme multiseluler ternyata merupa-kan refleksi sifat-sifat sel-sel yang menyusunnya. Organis-me mengambil makanan, mencerna, mengasimilasi, dan melepaskan bahan yang tidak diperlukan. Organisme mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida. Di dalam tubuh organisme, kadar garam diatur sedemikian rupa agar tetap dalam keadaan homeostasis; organisme tumbuh, berkembang biak, bergerak, dan juga bereaksi terhadap rangsangan dari luar, menggunakan energi un-tuk mengadakan aktivitas, mewariskan sifat-sifat genetik kepada keturunannya, dan akhirnya mati.
Suatu organisme merupakan jumlah atau kumpulan bagian-bagiannya, dan aktivitasnya merupakan jumlah aktivitas sel-sel yang menyusunnya. Namun, dapat pula dikatakan bahwa organisme adalah jauh lebih dari sekedar kumpulan sel-selnya.
D. BENTUK SEL
Sel mempunyai bentuk yang sangat bervariasi, baik di antara sel-sel yang menyusun tubuh makhluk hidup yang sama maupun yang menyusun makhluk hidup yang berbeda. Beberapa sel tidak memiliki bentuk yang tetap, tetapi berubah-ubah sesuai dengan aktivitasnya. Sel amoeba dan sel darah putih termasuk contoh tipe sel yang bentuknya dapat berubah-ubah. Sel-sel yang lain memiliki bentuk yang khas atau tetap, atau bentuk-bentuk peralihan yang spesifik untuk setiap jenis makhluk hidup. Spermatozoa pada manusia memiliki bentuk yang tetap, namun demikian, sperma pada manusia memiliki bentuk yang berbeda dengan sperma pada hewan lain seperti mencit.
Bentuk-bentuk sel terutama bergantung pada (i) adaptasi fungsionalnya, (ii) tekanan permukaan, (iii) viskositas protoplasma, (iv) tekanan mekanik oleh sel-sel yang ada di sekitarnya, dan (v) rigiditas membran plasma. Selain itu, mikrotubuli memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan bentuk dari suatu tipe sel (De Robertis et al., 1975).
Umumnya sel-sel jaringan hewan dan tumbuhan berbentuk polihedral. Bila sel diisolasi dalam lingkungan cair, maka ia dapat berubah bentuk menjadi bulat. Bentuk bulat merupakan bentuk dasar sel. Macam-macam bentuk sel antara lain berbentuk gepeng, bentuk kubus, dan bentuk selindris. Umumnya bentuk-bentuk tersebut dijumpai pada sel-sel epitel. Sel darah merah pada manusia memiliki bentuk bikonkaf; sel-sel otot berbentuk memanjang; sel-sel bakteri memiliki bentuk yang bulat, spiral atau bentuk batang; sel-sel xylem dan floem pada tumbuhan mengalami modifikasi sedemikian rupa sehing-ga memungkinkan melaksanakan fungsinya sebagai jalur angkutan untuk berbagai jenis substansi. Sel-sel saraf memiliki bentuk yang sesuai untuk melaksanakan fungsi-nya dalam menghantarkan impuls-impuls saraf (Sheeler & Bianchi, 1983).
Gambar-1.8 Sel Saraf (Partin D, 2007)
Gambar-1.9 Sel Darah Merah (Partin D, 2007)
Gambar-1.10. Berbagai bentuk sel bakteri. (a) Bakteri bentuk kokus, (b) Bakteri bentuk spiral, dan (c) Bakteri bentuk batang (Sheeler & Bianchi, 1983).
E. UKURAN SEL
Sel memiliki ukuran yang sangat bervariasi, ter-gantung pada tipe sel. Pada umumnya, sel hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan sedikit pengecualian seperti sel telur pada burung unta yang memiliki diameter hingga beberapa cm. Pada umumnya, mata manusia tidak mampu memisahkan dua titik yang dipisahkan kurang dari 0,1 mm atau 100 m. Sementara itu, umumnya sel memiliki ukuran yang lebih kecil dari 0,1 mm. Kisaran ukuran sel ditunjukkan pada Gambar-1.11.
Bentuk dan ukuran sel berhubungan dengan fung-sinya. Ukuran minimal sebuah sel harus cukup mengan-dung DNA, protein dan struktur-struktur internal agar ia mampu survive dan bereproduksi. Ukuran maksimal se-buah sel dibatasi oleh kebutuhan area permukaan yang cukup untuk memperoleh nutrien dari lingkungan dan membuang sisa metabolisme. Walaupun sel -sel yang besar mempunyai suatu area permukaan lebih besar dibandingkan sel kecil, mereka relatif mempunyai area permukaan yang sama bila dibandingkan dengan sel-sel yang sederhana pada volume yang sama. Sebab sel yang besar mempunyai suatu area permukaan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan volumenya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan terhadap semua bagian sitoplasma lebih banyak dibandingkan dengan sel-sel ukurannya lebih kecil (Anonim, 2007a).
Gambar-1.11 Kisaran Ukuran Sel (Partin, 2007)
Komponen-komponen sel tertentu tidak dapat di-amati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Oleh sebab itu, untuk mengamati komponen-komponen seluler, diperlukan alat bantu berupa mikroskop elektron. Beberapa besaran yang biasa digunakan dalam mempelajari sel ditunjukkan pada Tabel-1.2 dan Tabel-1.3.
Tabel-1.2
Besaran-besaran yang biasa digunakan dalam mempelajari sel (Sheeler & Bianchi, 1983)
1 meter (m) = 39,4 inci (in)
1 meter (m) = 100 centimeter (cm)
1 centimeter (cm) = 10 milimeter (mm)
1 milimeter (mm) = 1000 mikrometer atau micron (m)
1 mikro meter (m) = 1000 nanometer atau milimikron (m)
1 nanometer (nm) = 10 Amstrong (Å)
Tabel-1.3
Batas-batas pengamatan sistem biologi pada berbagai tingkat dimensi (De Robertis et al., 1975)
Dimensi Bidang Struktur Metode
> 0,1 mm atau 100 m Anatomi Organ mata dan lensa sederhana
100 m – 10 m Histologi Jaringan Mikroskop cahaya
10 m - 0,2 m atau 200 nm Bakteri Mikroskop cahaya
200 nm – 1 nm Morfologi,
Submikroskopis,
Ultra struktur,
Biologi molekuler Komponen-komponen
sel, virus Mikroskop polarisasi, mikroskop elektron
< 1 nm Molekul dan atom Susunan atom Difraksi sinar X
0 Komentar Untuk "SEJARAH PERKEMBANGAN BIOLOGI SEL"
Posting Komentar